Sabtu, 05 September 2015

Great Communication...Great Relationship!

Komunikasi Efektif
By : Siti Sarah Hajar Nurfuadah
                       
Pernahkah kita berada di posisi ketika mengikuti sebuah pertemuan atau rapat, suasananya begitu chaos/ribut karena semua orang yang berada di ruangan tersebut bicara semua dan ingin pendapatnya tersampaikan dan diterima ? Pernahkah kita mendengar seorang anak tiba-tiba menangis saat sedang bermain bersama teman-temannya dan orangtuanya berkomentar “Sssst diam, jangan cengeng!” atau “Tuh kan kata mama juga jangan main sama Doni! Doni kan anak nakal!” atau “Kamunya sih, senang gangguin temannya ya, jadi saja dia tidak suka kamu!”, dsb ? Pernahkah juga ketika anak kita nilai-nilai di rapotnya tidak sesuai harapan atau perilakunya tidak sebaik yang kita harapkan, kitapun berkomentar “Lihat tuh kakak kamu nilai-nilai di rapotnya lebih bagus dari punya kamu!”, “Kamu ngga mau belajar sih! atau “Kamu mah ngga seperti adik kamu yang rajin bantuin papa! Malas kamu!” Pernahkah anak kita pulang telat tidak seperti biasanya alias telat kemudian member informasi bahwa ia telat karena jalanan macet kemudian kita berkomentar “Ke mana dulu kamu ? sama siapa? Pasti main dulu ya ? awas ya kalau bohong, ayo main sama siapa ? jangan macet dijadikan alasan!”? Pernahkah kita mengingatkan anak kita untuk tidak naik di motor karena khawatir terjatuh dan motornyapun jatuh tapi tidak diindahkan dan akhirnya anakpun terjatuh kemudian kita menjewer anak kita sambil berkata “tuh kan kata bunda juga jangan naik, jadi kamu jatuh. Rasain, sakitkan! Lihat motornya jadi rusak deh sama kamu! Pernahkah ? Pernahkah ? Pernahkah?... :P

Pernahkah pula kita membayangkan respon dan perasaan orang-orang yang mendapat komentar-komentar di atas ? atau bagaimana perasaan kita apabila kita berada pada situasi tersebut ?
Dalam proses menyampaikan/pengiriman serta tukar menukar informasi, ide dan sebagainya yang disebut sebagai KOMUNIKASI seringkali tanpa disadari kita terjatuh pada jenis komunikasi yang tidak efektif, artinya maksud dan tujuan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Tentu saja ilustrasi komunikasi di atas menunjukkan usaha seseorang ingin memberitahu, merubah perilaku, menanamkan pemahaman, dll. tapi ternyata respon  dan akibatnya di luar dugaan.
Respon-respon yang sering muncul dan termasuk kepada jenis-jenis KOMUNIKASI YANG TIDAK EFEKTIF diantaranya yaitu, memerintah, mengancam, melabel, membandingkan, menceramahi, menginterogasi, menyalahkan, mendiagnosa, menyalahkan, memberikan solusi, mengalihkan/menyuap, membohongi, menghibur, dan menjamin.

Ketika kita terjebak dalam komunikasi tidak efektif, maka berbagai respon dari teman komunikasi kita seringkali membuat kita kaget dan  bingung karena pesan yang kita sampaikan ditangkap/dicerna secara berbeda oleh teman komunikasi kita, misalnya situasi anak yang pulang telat di atas, kemudian menyampaikan alasan karena alasan macet dan respon kita seperti di atas, maka itu termasuk pada jenis komunikasi tidak efektif yaitu menginterogasi, maka pesan yang mungkin ditangkap oleh anak adalah orantuaku tidak percaya sama aku dan merasa dicurigai padahal apabila komunikasinya tepat, orangtua akan benar-benar tahu kemana anaknya. Bermain dulu atau memang karena macet. Anakpun akan dengan nyaman menceritakan apapun kepada kita, insyaAllah.
Lalu apa yang harus kita pelajari dan lakukan agar terhindar dari komunikasi yang tidak efektif ?

1.       Mengenali dan Memahami bentuk perasaan
Pada tahap ini, kita diajak belajar untuk memahami perasaan teman komunikasi kita, misalnya : Anak kita pulang sekolah tiba-tiba menangis sejadi-jadinya sambil berteriak “ aku benci Rani pokoknya benciiiii!. Hindari merespon sebelum kita kenali dulu perasaan anak kita “Hmm anakku sedang sedih atau kesal” . “Bundaaaaa….aku bisa pakai baju sendiri!” “oh anakku perasaannya sedang bahagia/bangga”. Nah setelah kita mengenali dan memahami bentuk perasaan anak kita tersebut yang disimpan di hati dan pikiran, baru kita siap pada tahap berikutnya.

2.       Ungkapan yang memahami bentuk perasaan
Setelah kita mengenali dan memahami bentuk perasaan anak kita di atas, barulah kita mengungkapkan sesuatu yang menunjukkan bahwa kita memahami perasaan anak kita. Contohnya : “ Anak mamah yang pemberani tampaknya sedang sedih/kesal ya, pulang sekolah langsung menangis, bagaimana ceritanya ?” “Alhamdulillah anak mamah perasaannya sedang bahagia/bangga ya, karena berhasil pakai baju sendiri. Mamah juga bangga lho sayang”.

3.       Memahami bahasa tubuh
Kadang-kadang atau seringkali bagi seseorang yang tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya atau yang sedang belajar mengungkapkan apa yang sedang dirasakannya, gerakan tubuhnya tetap bisa menunjukkan apa yang sedang dirasakan dan dialaminya. Maka kita harus terbiasa membaca, mengenali, dan memahami bahasa tubuh sesorang. Misalnya : Pada saat anak kita tampil di sebuah pertunjukkan tiba-tiba anak kita berdiri kaku di panggung dengan wajah tegang dan mata tertuju pada satu titik padahal ketika latihan anak kita begitu ceria dan enjoy serta percaya diri. Sebelum merespon, mari kita terbiasa memahami rasa dibalik bahasa tubuh kaku tersebut “yaa Rabb…anakku perasaannya saat ini pasti sedang khawatir/cemas”, sehingga jempol dan senyumlah yang kita berikan dari area penonton. bukannya melotot dan mengumpat sehingga anak kita semakin cemas.

4.       Mari menentukan masalah siapa ?
Setelah kita dapat memahami bentuk perasaan dan bahasa tubuh teman komunikasi kita dilanjut kita telah tahu ungkapan apa yang cocok untuk digunakan, langkah selanjutnya agar kita tidak tergelincir pada respon komunikasi yang tidak efektif, maka kita harus menelaah sebenarnya siapa yang sedang menghadapi masalah dan siapa yang bermasalah karena berhubungan dengan apa yang harus kita ungkapkan atau sampaikan selanjutnya. Misalnya: Untuk kasus anak yang pulang tiba-tiba datang menangis, tentunya yang sedang punya masalah adalah anak, tapi untuk kasus yang orangtua melarang anaknya naik motor dan jatuh, yang bermasalah adalah orangtua. Bisa tahu bedanya ? mari resapi. Setelah kita memahaminya maka bagi yang mempunyai masalah konsekwensinya dialah yang harus bisa menyelesaikan masalahnya. Bagaimana caranya ?
·         Apabila yang mempunyai masalah adalah anak/pasangan/teman komunikasi lainnya, maka kita harus berperan sebagai PENDENGAR AKTIF, di mana kita hanya berkomentar sesuai dengan pemahaman kita tentang bentuk perasaan dan makna dibalik bahasa tubuhnyanya lalu giring untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Contoh :
“Aku benci Rina pokoknya benciiiii! Sambil menangis sejadi-jadinya
“ Oh kamu perasaannya sedang kesal ya, tentunya tidak nyaman ya rasanya merasa benci sama teman” posisi dekat anak dan wajah menghadap anak.
“Iyaaa…Rina tadi di sekolah tidak mau main sama aku!” tambah keras menangis
“Menurutmu sayang kenapa Rina tidak mau main sama kamu ?”
“Iya karena aku tidak mau berbagi makanan bekal aku!”
“ooh gitu ya. Kenapa kamu tidak mau berbagi kemarin ? biasanya kamu senang berbagi.”
“Karena makanannya sedikit!”
“Sudah beritahu Rina ?
“Belum!”
“Nah supaya Rina tahu, apa yang harus kamu lakukan!”
“Memberitahu Rina kalau aku bawa makanan lebih banyak pasti aku berbagi. Karena kemarin aku bekal sedikit dan ada kegiatan olahraga, jadi aku tidak berbagi dulu”
“Alhamdulillah anak mamah sudah bisa mendapatkan jawabannya. Kapan akan kamu beritahu Rina ?”
“Besok!”
“Sip! mama doakan besok urusannya lancar ya. Mama tunggu kabar selanjutnya ya” peluk anak.
·         Apabila yang mempunyai masalah adalah kita, maka konsekwensinya kitalah yang harus menyelesaikan masalah dengan PESAN KITA/DIRI. Kepiawaian kita merangkai kata sangat dibutuhkan ketika kita sedang melakukan ini karena jangan sampai teman komunikasi kita merasa dinilai negative sebelum komunikasi itu berjalan. Dalam pesan kita ini beberapa poin penting dalam penyampaiannya harus diperhatikan, yaitu : sampaikan persaan kita, perilaku yang mengiringi perasaan kita muncul, dan akibatnya baik buat diri dan lingkungan. Contoh : Kasus anak usia 4 tahun yang telah diingatkan beberapakali untuk tidak naik motor dan akhirnya si anak dan motornya terjatuh. Yang harus pertama kita lakukan adalah jauhkan anak dari motor dengan penuh kasih sayang, periksa keadaannya dari atas rambut sampai ujung kaki untuk melihat apakah anak kita terluka. Apabila ada luka yang harus diobati, maka obatilah dulu sampai tuntas. Jika anak kita baik-baik saja, maka pesan kita bisa diberikan setelah anak terlihat lebih tenang.
“Bunda MERASA sedih dan kecewa sama ade tadi, KARENA ade sudah diberitahu beberapa kali untuk tidak naik motor tapi ade tidak mendengarkan Bunda, AKIBATNYA ade dan motornya jatuh. Lihat badan ade jadi memar, bundakan sedih kalau ade terluka (sambil mengusap kepala atau area terluka). Lihat, motor ayahpun jatuh dan bisa saja motornya rusak dan tidak bisa dipakai lagi buat ayah, bunda, dan ade jalan-jalan”. Sampaikan pesan kita ini dengan intonasi yang biasa saja dan wajah yang menunjukkan hal ini serius tapi bukan ekspresi marah. Usahakan anak bisa melihat kita, misalnya dengan cara duduk di atas gendongan dan menghadap kita. Berikutnya yang harus kita lakukan adalah mengajak anak untuk berjanji untuk tidak melakukannya dan membantu bersama-sama membetulkan posisi motor (tentu saja kita yang lebih banyak porsinya, anak hanya menyentuh saja sudahpun sudah bagian dari pembelajaran bertanggungjawab dengan apa yang telah dilakukannya). Hindari terlalu banyak kata-kata yang berhamburan dalam pesan kita ini karena akan membuka celah untuk terjadinya jenis komunikasi yang tidak efektif. Kata kunci dalam pesan diri ini adalah usia teman komunikasi,padat, dan jelas.

TIPS berkomunikasi secara efektif :
       RESPONLAH dengan cepat permasalahan yang ada, baik yang datangnya dari anak ataupun pasangan.
       JANGAN MENUNDA untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Libatkanlah pihak yang tepat untuk membantu anda mencari penyelesaian masalah yang ada dan tentunya dapat dipercaya.
       GUNAKAN BAHASA yang bijaksana dan tidak memojokan pihak manapun.
       CEK RECEK setiap persoalan yang dihadapi, hindari reaktif dan bersikaplah tenang

Dalam berkomunikasi ini, rasa lelah, cape, kesibukkan yang menyita waktu, dan suasana hati yang tidak nyaman akan sangat mempengaruhi ketika kita sedang menjadi Pendengar Aktif atau sedang melakukan Pesan Kita/Diri, sehingga usaha kita tidak optimal. Dari sini kita bisa melihat bahwa kita tidak bisa bekerja sendiri. Bekerjasama dengan orang-orang tercinta yang ada di sekitar kita dalam hal ini keluarga sangatlah penting. Cinta dan komitmen dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan setiap persoalan/masalah dengan cara yang tepat.

Selamat menikmati setiap prosesnya ayah dan bunda yang ceria dan bersemangat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar