Komunikasi Efektif
By : Siti Sarah Hajar Nurfuadah
Pernahkah
kita berada di posisi ketika mengikuti sebuah pertemuan atau rapat, suasananya
begitu chaos/ribut karena semua orang yang berada di ruangan tersebut bicara
semua dan ingin pendapatnya tersampaikan dan diterima ? Pernahkah kita
mendengar seorang anak tiba-tiba menangis saat sedang bermain bersama
teman-temannya dan orangtuanya berkomentar “Sssst diam, jangan cengeng!” atau
“Tuh kan kata mama juga jangan main sama Doni! Doni kan anak nakal!” atau
“Kamunya sih, senang gangguin temannya ya, jadi saja dia tidak suka kamu!”, dsb
? Pernahkah juga ketika anak kita nilai-nilai di rapotnya tidak sesuai harapan
atau perilakunya tidak sebaik yang kita harapkan, kitapun berkomentar “Lihat
tuh kakak kamu nilai-nilai di rapotnya lebih bagus dari punya kamu!”, “Kamu
ngga mau belajar sih! atau “Kamu mah ngga seperti adik kamu yang rajin bantuin
papa! Malas kamu!” Pernahkah anak kita pulang telat tidak seperti biasanya
alias telat kemudian member informasi bahwa ia telat karena jalanan macet
kemudian kita berkomentar “Ke mana dulu kamu ? sama siapa? Pasti main dulu ya ?
awas ya kalau bohong, ayo main sama siapa ? jangan macet dijadikan alasan!”?
Pernahkah kita mengingatkan anak kita untuk tidak naik di motor karena khawatir
terjatuh dan motornyapun jatuh tapi tidak diindahkan dan akhirnya anakpun
terjatuh kemudian kita menjewer anak kita sambil berkata “tuh kan kata bunda
juga jangan naik, jadi kamu jatuh. Rasain, sakitkan! Lihat motornya jadi rusak
deh sama kamu! Pernahkah ? Pernahkah ? Pernahkah?... :P
Pernahkah
pula kita membayangkan respon dan perasaan orang-orang yang mendapat
komentar-komentar di atas ? atau bagaimana perasaan kita apabila kita berada
pada situasi tersebut ?
Dalam
proses menyampaikan/pengiriman serta tukar menukar informasi, ide dan sebagainya yang
disebut sebagai KOMUNIKASI seringkali tanpa disadari kita terjatuh pada jenis
komunikasi yang tidak efektif, artinya maksud dan tujuan tidak sesuai dengan
hasil yang diharapkan. Tentu saja ilustrasi komunikasi di atas menunjukkan
usaha seseorang ingin memberitahu, merubah perilaku, menanamkan pemahaman, dll.
tapi ternyata respon dan akibatnya di
luar dugaan.
Respon-respon yang sering muncul dan termasuk kepada
jenis-jenis KOMUNIKASI YANG TIDAK EFEKTIF diantaranya yaitu, memerintah,
mengancam, melabel, membandingkan, menceramahi, menginterogasi, menyalahkan,
mendiagnosa, menyalahkan, memberikan solusi, mengalihkan/menyuap, membohongi,
menghibur, dan menjamin.
Ketika kita terjebak dalam komunikasi tidak efektif,
maka berbagai respon dari teman komunikasi kita seringkali membuat kita kaget
dan bingung karena pesan yang kita
sampaikan ditangkap/dicerna secara berbeda oleh teman komunikasi kita, misalnya
situasi anak yang pulang telat di atas, kemudian menyampaikan alasan karena alasan
macet dan respon kita seperti di atas, maka itu termasuk pada jenis komunikasi
tidak efektif yaitu menginterogasi, maka pesan yang mungkin ditangkap oleh anak
adalah orantuaku tidak percaya sama aku dan merasa dicurigai padahal apabila
komunikasinya tepat, orangtua akan benar-benar tahu kemana anaknya. Bermain
dulu atau memang karena macet. Anakpun akan dengan nyaman menceritakan apapun
kepada kita, insyaAllah.
Lalu apa yang harus kita pelajari dan lakukan agar
terhindar dari komunikasi yang tidak efektif ?
1. Mengenali dan Memahami bentuk
perasaan
Pada
tahap ini, kita diajak belajar untuk memahami perasaan teman komunikasi kita,
misalnya : Anak kita pulang sekolah tiba-tiba menangis sejadi-jadinya sambil
berteriak “ aku benci Rani pokoknya benciiiii!. Hindari merespon sebelum kita
kenali dulu perasaan anak kita “Hmm anakku sedang sedih atau kesal” .
“Bundaaaaa….aku bisa pakai baju sendiri!” “oh anakku perasaannya sedang
bahagia/bangga”. Nah setelah kita mengenali dan memahami bentuk perasaan anak
kita tersebut yang disimpan di hati dan pikiran, baru kita siap pada tahap
berikutnya.
2. Ungkapan yang memahami bentuk
perasaan
Setelah
kita mengenali dan memahami bentuk perasaan anak kita di atas, barulah kita
mengungkapkan sesuatu yang menunjukkan bahwa kita memahami perasaan anak kita. Contohnya
: “ Anak mamah yang pemberani tampaknya sedang sedih/kesal ya, pulang sekolah
langsung menangis, bagaimana ceritanya ?” “Alhamdulillah anak mamah perasaannya
sedang bahagia/bangga ya, karena berhasil pakai baju sendiri. Mamah juga bangga
lho sayang”.
3. Memahami bahasa tubuh
Kadang-kadang
atau seringkali bagi seseorang yang tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya
atau yang sedang belajar mengungkapkan apa yang sedang dirasakannya, gerakan
tubuhnya tetap bisa menunjukkan apa yang sedang dirasakan dan dialaminya. Maka
kita harus terbiasa membaca, mengenali, dan memahami bahasa tubuh sesorang.
Misalnya : Pada saat anak kita tampil di sebuah pertunjukkan tiba-tiba anak
kita berdiri kaku di panggung dengan wajah tegang dan mata tertuju pada satu titik
padahal ketika latihan anak kita begitu ceria dan enjoy serta percaya diri.
Sebelum merespon, mari kita terbiasa memahami rasa dibalik bahasa tubuh kaku
tersebut “yaa Rabb…anakku perasaannya saat ini pasti sedang khawatir/cemas”,
sehingga jempol dan senyumlah yang kita berikan dari area penonton. bukannya
melotot dan mengumpat sehingga anak kita semakin cemas.
4. Mari menentukan masalah siapa ?
Setelah
kita dapat memahami bentuk perasaan dan bahasa tubuh teman komunikasi kita
dilanjut kita telah tahu ungkapan apa yang cocok untuk digunakan, langkah
selanjutnya agar kita tidak tergelincir pada respon komunikasi yang tidak
efektif, maka kita harus menelaah sebenarnya siapa yang sedang menghadapi
masalah dan siapa yang bermasalah karena berhubungan dengan apa yang harus kita
ungkapkan atau sampaikan selanjutnya. Misalnya: Untuk kasus anak yang pulang
tiba-tiba datang menangis, tentunya yang sedang punya masalah adalah anak, tapi
untuk kasus yang orangtua melarang anaknya naik motor dan jatuh, yang
bermasalah adalah orangtua. Bisa tahu bedanya ? mari resapi. Setelah kita
memahaminya maka bagi yang mempunyai masalah konsekwensinya dialah yang harus
bisa menyelesaikan masalahnya. Bagaimana caranya ?
·
Apabila
yang mempunyai masalah adalah anak/pasangan/teman komunikasi lainnya, maka kita
harus berperan sebagai PENDENGAR AKTIF, di mana kita hanya berkomentar sesuai
dengan pemahaman kita tentang bentuk perasaan dan makna dibalik bahasa tubuhnyanya
lalu giring untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Contoh :
“Aku benci Rina
pokoknya benciiiii! Sambil menangis sejadi-jadinya
“ Oh kamu perasaannya
sedang kesal ya, tentunya tidak nyaman ya rasanya merasa benci sama teman”
posisi dekat anak dan wajah menghadap anak.
“Iyaaa…Rina tadi di
sekolah tidak mau main sama aku!” tambah keras menangis
“Menurutmu sayang
kenapa Rina tidak mau main sama kamu ?”
“Iya karena aku tidak
mau berbagi makanan bekal aku!”
“ooh gitu ya. Kenapa
kamu tidak mau berbagi kemarin ? biasanya kamu senang berbagi.”
“Karena makanannya
sedikit!”
“Sudah beritahu Rina ?
“Belum!”
“Nah supaya Rina tahu,
apa yang harus kamu lakukan!”
“Memberitahu Rina
kalau aku bawa makanan lebih banyak pasti aku berbagi. Karena kemarin aku bekal
sedikit dan ada kegiatan olahraga, jadi aku tidak berbagi dulu”
“Alhamdulillah anak
mamah sudah bisa mendapatkan jawabannya. Kapan akan kamu beritahu Rina ?”
“Besok!”
“Sip! mama doakan
besok urusannya lancar ya. Mama tunggu kabar selanjutnya ya” peluk anak.
·
Apabila
yang mempunyai masalah adalah kita, maka konsekwensinya kitalah yang harus
menyelesaikan masalah dengan PESAN KITA/DIRI. Kepiawaian kita merangkai kata
sangat dibutuhkan ketika kita sedang melakukan ini karena jangan sampai teman
komunikasi kita merasa dinilai negative sebelum komunikasi itu berjalan. Dalam
pesan kita ini beberapa poin penting dalam penyampaiannya harus diperhatikan,
yaitu : sampaikan persaan kita, perilaku yang mengiringi perasaan kita muncul,
dan akibatnya baik buat diri dan lingkungan. Contoh : Kasus anak usia 4 tahun yang
telah diingatkan beberapakali untuk tidak naik motor dan akhirnya si anak dan
motornya terjatuh. Yang harus pertama kita lakukan adalah jauhkan anak dari
motor dengan penuh kasih sayang, periksa keadaannya dari atas rambut sampai
ujung kaki untuk melihat apakah anak kita terluka. Apabila ada luka yang harus
diobati, maka obatilah dulu sampai tuntas. Jika anak kita baik-baik saja, maka
pesan kita bisa diberikan setelah anak terlihat lebih tenang.
“Bunda MERASA sedih dan kecewa
sama ade tadi, KARENA ade sudah diberitahu beberapa kali untuk tidak naik motor
tapi ade tidak mendengarkan Bunda, AKIBATNYA ade dan motornya jatuh. Lihat
badan ade jadi memar, bundakan sedih kalau ade terluka (sambil mengusap kepala
atau area terluka). Lihat, motor ayahpun jatuh dan bisa saja motornya rusak dan
tidak bisa dipakai lagi buat ayah, bunda, dan ade jalan-jalan”. Sampaikan pesan
kita ini dengan intonasi yang biasa saja dan wajah yang menunjukkan hal ini
serius tapi bukan ekspresi marah. Usahakan anak bisa melihat kita, misalnya
dengan cara duduk di atas gendongan dan menghadap kita. Berikutnya yang harus
kita lakukan adalah mengajak anak untuk berjanji untuk tidak melakukannya dan
membantu bersama-sama membetulkan posisi motor (tentu saja kita yang lebih
banyak porsinya, anak hanya menyentuh saja sudahpun sudah bagian dari
pembelajaran bertanggungjawab dengan apa yang telah dilakukannya). Hindari
terlalu banyak kata-kata yang berhamburan dalam pesan kita ini karena akan
membuka celah untuk terjadinya jenis komunikasi yang tidak efektif. Kata kunci
dalam pesan diri ini adalah usia teman komunikasi,padat, dan jelas.
TIPS
berkomunikasi secara efektif :
• RESPONLAH dengan cepat permasalahan yang
ada, baik yang datangnya dari anak ataupun pasangan.
• JANGAN MENUNDA untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Libatkanlah pihak yang tepat untuk membantu anda mencari
penyelesaian masalah yang ada dan tentunya dapat dipercaya.
• GUNAKAN BAHASA yang bijaksana dan tidak memojokan
pihak manapun.
• CEK RECEK setiap persoalan yang dihadapi,
hindari reaktif dan bersikaplah tenang
Dalam berkomunikasi ini, rasa lelah, cape,
kesibukkan yang menyita waktu, dan suasana hati yang tidak nyaman akan sangat
mempengaruhi ketika kita sedang menjadi Pendengar Aktif atau sedang melakukan
Pesan Kita/Diri, sehingga usaha kita tidak optimal. Dari sini kita bisa melihat
bahwa kita tidak bisa bekerja sendiri. Bekerjasama dengan orang-orang tercinta
yang ada di sekitar kita dalam hal ini keluarga sangatlah penting. Cinta dan
komitmen dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan setiap persoalan/masalah dengan
cara yang tepat.
Selamat
menikmati setiap prosesnya ayah dan bunda yang ceria dan bersemangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar